MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN IV PATOLOGI TENTANG PERDARAHAN ANTEPARTUM, INTRAPARTUM DAN POSTPARTUM


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 420 per 100.000 kelahiran hidup, rasio tersebut sangat tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya (Mauldin, 1994).
Langkah utama yang paling penting untuk menurunkan angka kematian ibu adalah mengetahui penyebab utama kematian. Di Indonesia sampai saat ini ada tiga penyebab utama kematian ibu yaitu perdarahan, pre eklampsia-eklampsia, dan infeksi.
Perdarahan sebelum, sewaktu, dan sesudah bersalin adalah kelainan yang berbahaya dan mengancam ibu. Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua ialah kehamilan 28 minggu (dengan berat janin 1000 gram), meningat kemungkinan hidup janin diluar.
Konsepsi merupakan suatu proses bertemunya ovum dengan sperma sehingga terrjadilah suatu proses kehamilan, persalinan dan nifas. Suatu proses antepartum, intrapartum maupun postpartum tidak selamanya berjalan secara normal. Kadangkala hal ini merupakan jembatan kematian bagi para ibu di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang terkadang tidak disadari oleh para ibu hamil maupun tenaga kesehatan. Ketidaksigapan tenaga kesehatan di indonesia inilah yang mengakibatkan angka kematian maternal di Indonesia masih cukup tinggi. Tiga faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan adalah perdarahan post partum atau perdarahan pasca persalinan, hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan infeksi. Perdarahan menempati prosentase tertinggi penyebab kematian ibu (28%).
Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari         10-60%. Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca persalinan, namun selanjutnya akan mengalami kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan (WHO).
Perdarahan obsteri yang tidak dengan cepat ditangani dengan transfusi darah atau cairan infus dan fasilitas penanggulangan lainnya (misalnya upaya pencegahan dan/atau mengatasi syok, seksio sesaria, atau histerektomi dan terapi antibiotika yang sesuai), prognosisnya akan fatal bagi penderita.
Perdarahan disini dapat bersifat antepartum atau selama kehamilan seperti pada plasenta previa dan solusio plasenta atau yang lebih sering lagi terjadi yaitu perdarahan postpartum akibat dari atonia uteri atau laserasi jalan lahir. Tampak nyata bahwa perdarahan serius dapat terjadi kapan saja selama kehamilan dan masa nifas. Waktu terjadinya perdarahan pada kehamilan digunakan untuk mengklasifikasikan secara luas perdarahan obstetris. Sebagian besar kematian akibat perdarahan disebabkan oleh beberapa kondisi ibu yang dapat memperparah perdarahan obstetris, selain itu faktor yang terpenting penyebab perdarahan obstetris yaitu kurang memadainya fasilitas kesehatan maupun pelayanan kesehatan yan tidak sesuai dengan standar prosedur.
Secara khusus perdarahan antepartum merupakan suatu perdarahan uterus dari tempat diatas serviks sebelum melahirkan merupakan suatu hal yang sangat mengkhawatirkan. Perdarahan post partum atau perdarahan pasca persalinan adalah salah satu penyebab kematian ibu melahirkan. Perdarahan dengan plasenta previa biasanya terjadi pada kehamilan trimester ketiga, stelah bayi lahir maupun setelah plasenta lahir.
Oleh sebab itu, hal ini perlu diantisipasi lebih awal sebelum perdarahan menuju ke tahap yang membahayakan ibu dan janinnya. Antisipasi dalam perawatan antenatal sangat memungkinkan karena umumnya keadaan dengan plasenta previa munculnya perlahan diawali gejala dini berupa perdarahan berulang yang mulanya tidak banyak tanta disertai dengan rasa nyeri dan terjadi pada waktu yang tidak tentu tanpa trauma. Perempuan hamil yang diidentifikasi mengalami plasenta previa harus segera dirujuk ke rumah sakit terdekat tanpa melakukan periksa dalam karena tindakan tersebut dapat menyebebkan perdarahan semakin banyak.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan perdarahan antepartum, intrapartum dan postpartum ?
2.      Apa saja Klasifikasi Perdarahan Antepartum, intrapartum dan postpartum ?
3.      Apa yang dimaksud dengan perdarahan Antepartum, intrapartum dan postpartum, bagaimana cara mendiagnosis dan cara penanganannya?
C.    Tujuan Penulisan          
1.      Agar mahasiswa mengetahui apa itu perdarahan antepartum, intrapartum dan postpartum
2.      Agar mahasiswa mengetahui Klasifikasi Perdarahan Antepartum, intrapartum dan postpartum
3.      Agar mahasiswa mengetahui Perdarahan Antepartum, intrapartum dan postpartum,  bagaimana cara mendiagnosis dan cara penanganannya.
D.    Manfaat
1.    Mendeteksi secara dini perdarahan pada ibu antepartum, intrapartum, postpartum agar tidak berelanjut ke hal yang lebih fatal.
2.    Memberikan konseling pada ibu dengan kejadian perdarahan secara tepat dan benar.
3.    Melakukan antisipasi tindakan segera pada penanganan dini perdarahan .
4.    melakukan asuhan kebidanan pathologis pada ibu hamil dengan kejadian plasenta previa.
5.    melakukan rujukan segera ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap dengan pelayanan yang sesuai standar.

















BAB II
TINJAUAN TEORI
A.    Pengertian Perdarahan Antepartum
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu. (Rustam M, 1998: 269). Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan di atas 28 minggu atau lebih dan sering disebut atau digolongkan perdarahan trimester ketiga. (Ida Bagus Gde Manuaba, 1998: 253). Perdarahan antepartum adalah perdarahan dari trektus genitalis setelah kehamilan 28 minggu, yang mungkin disebabkan karena vaginitis, polip serviks, servisitis, varises vagina dan serviks dan lesi ganas pada vagina atau serviks. (Wagstaff, T. Ian, 1997: 137). Perdarahan Antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada akhir kehamilan dan merupakan ancaman serius terhadap kesehatan dan jiwa baik ibu maupun anak. (M Hakimi, 1995: 425)
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada triwulan terakhir kehamilan, yaitu usia kehamilan 20 minggu atau lebih. Pada triwulan terakhir kehamilan sebab-sebab utama perdarahan adalah plasenta previa, solusio plasenta dan ruptura uteri. Selain oleh sebab-sebab tersebut juga dapat ditimbulkan oleh luka-luka pada jalan lahir karena trauma, koitus atau varises yang pecah dan oleh kelainan serviks seperti karsinoma, erosi atau polip.
B.     Klasifikasi Perdarahan Antepartum
Perdarahan Antepartum dikelompokkan sebagai berikut
1.      Perdarahan yang ada hubungannya dengan kehamilan:
a.       Plasenta previa
b.      Solusi plasenta
c.       Perdarahan antepartum yang tidak jelas sumbernya (idiopatik) seperti:
Perdarahan pada plasenta letak rendah,rupture sinus marginalis, vasa previa dan Plasenta Sirkumvalata

1.      Perdarahan yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan:
a.       Pecahnya varises vagina
b.      Perdarahan polipus servikalis
c.       Perdarahan perlukaan serviks
d.      Perdarahan karena keganasan serviks
C.     Plasenta Previa
Plasenta previa (prae = di depan, vias = jalan) adalah plasenta yang terletak di depan jalan lahir, implantasinya rendah sekali sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Implantasi plasenta yang normal adalah pada dinding anterior atau dinding posterior fundus uteri.
Plasenta previa cukup sering dijumpai dan pada tiap perdarahan antepartum kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan. Plasenta previa lebih sering terjadi pada multigravida daripada primigravida dan juga pada usia lanjut.
Ada 4 jenis plasenta previa :
1 Placenta previa totalis, bila plasenta menutupi seluruh jalan lahir. Pada posisi ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan per-vaginam (normal/spontan/biasa), karena risiko perdarahan sangat hebat.
2 Placenta previa partialis, bila hanya sebagian/separuh plasenta yang menutupi jalan lahir. Pada posisi inipun risiko perdarahan masih besar, dan biasanya tetap tidak dilahirkan melalui per-vaginam.
3 Placenta previa marginalis, bila hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir. Bisa dilahirkan per-vaginam tetapi risiko perdarahan tetap besar.
4 Low-lying placenta (plasenta letak rendah, lateralis placenta atau kadang disebut juga dangerous placenta), posisi plasenta beberapa mm atau cm dari tepi jalan lahir. Risiko perdarahan tetap ada, namun bisa dibilang kecil, dan bisa dilahirkan per-vaginam dengan aman, asal hat-hati.
Diagnosa ini mulai dipastikan sejak kira-kira umur kehamilan 26-28 minggu, dimana mulai terbentuk SBR (Segmen Bawah Rahim). Dengan terbentuknya SBR, leher rahim yang semula masih berbentuk seperti corong (lihat gambar di pojok kanan atas), akan mulai memipih, untuk nantinya saat menjelang persalinan mulai membuka.
Dari perubahan inilah bisa terjadi plasenta "berpindah" atau lebih tepatnya bergeser secara relatif menjauhi jalan lahir, seolah-olah bergerak ke atas. Itulah sebabnya, sebelum masuk trimester terakhir, sekitar 28 minggu 7 bulan, dibiarkan saja dulu asal tidak terjadi perdarahan yang tidak bisa dikendalikan. Diharapkan nanti setelah 7 bulan, beruntung bisa "pindah" ke atas seperti penjelasan sebelumnya.
Tentu saja, penilaian paling optimal dan menentukan adalah saat mendekati persalinan, untuk memastikan benar-benar dimana posisi plasenta. Itulah mengapa, keputusan cara persalinan bisa berubah di menit-menit terakhir.
Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan. Misalnya plasenta previa margunalis pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta previa lateralis pada pembukaan 5 cm. Atau plasenta previa totalis pada pembukaan 3 cm dapat menjadi plasenta perevia lateralis pada pembukaan 6 cm. Oleh karena itu, penentuan macamnya plasenta previa harus disertai dengan keterangan mengenai besarnya pembukaan, misalnya plasenta previa lateralis pada pembukaan 5 cm. Untuk mengetahui jenis plasenta previa dapat dilakukan pemeriksaan USG.
Etiologi
Plasenta previa mungkin terjadi bila keadaan endometrium kurang baik, misalnya seperti yang terdapat pada:
1.      multipara/multigravida, terutama bila jarak antarkehamilan pendek
2.      myoma uteri
3.      kuretase berulang
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh lebih luas untuk mencukupi kebutuhan janin sehingga mendekati atau menutupi ostium uteri internum. Plasenta previa mungkin juga disebabkan oleh implantasi telur yang rendah.

D. Faktor Risiko Plasenta-Previa
1.      Wanita lebih dari 35 tahun, 3 kali lebih berisiko.
2.      Multiparitas, apalagi bila jaraknya singkat. Secara teori plasenta yang baru berusaha mencari tempat selain bekas plasenta sebelumnya.
3.      Kehamilan kembar.
4.      Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim sehingga mempersempit permukaan bagi penempelan plasenta.
5.      Adanya jaringan parut pada rahim oleh operasi sebelumnya. Dilaporkan, tanpa jaringan parut berisiko 0,26%. Setelah bedah sesar, bertambah berturut-turut menjadi 0,65% setelah 1 kali, 1,8% setelah 2 kali, 3% setelah 3 kali dan 10% setelah 4 kali atau lebih.
6.      Adanya endometriosis (adanya jaringan rahim pada tempat yang bukan seharusnya, misalnya di indung telur) setelah kehamilan sebelumnya.
7.      Riwayat plasenta previa sebelumnya, berisiko 12 kali lebih besar.
8.      Adanya trauma selama kehamilan.
9.      Kebiasaan tidak sehat seperti merokok dan minum alkohol.
   Gejala
1 Gejala yang utama adalah perdarahan tanpa nyeri. Biasanya perdarahan baru timbul setelah bulan ke-7. Hal ini disebabkan oleh:
a.       perdarahan sebelum bulan ke-7 memberi gambaran yang sama dengan abortus
b.      perdarahan pada plasenta previa disebabkan oleh pergerakan antara plasenta dengan dinding uterus
Setelah bulan ke-4 terjadi regangan pada dinding uterus karena isi uterus lebih cepat tumbuhnya dari uterus itu sendiri. Akibatnya adalah istmus uteri tertarik menjadi dinding kavum uteri (segmen bawah rahim/SBR). Pada plasenta previa, hal ini tidak mungkin terjadi tanpa pergeseran antara plasenta dan dinding uterus. Saat perdarahan tergantung pada kekuatan insersi plasenta dan kekuatan tarikan pada istmus uteri. Jadi dalam kehamilan tidak perlu ada his untuk menimbulkan perdarahan. Tapi pada persalinan his pembukaan sudah tentu menimbulkan perdarahan karena plasenta akan terlepas dari dasarnya. Perdarahan pada plasenta previa bersifat terlepas dari dasarnya.Perdarahan pada plasenta previa bersifat berulang-ulang. Setelah yang lebih besar terbuka.
2.      Bagian terendah janin tinggi. Plasenta terletak pada kutub bawah uterus sehingga bagian terendah janin tidak dapat masuk pintu atas panggul.
3.      Sering terdapat kelainan letak
4.      ada pemeriksaan inspekulo darah berasal dari ostium uteri eksternum.
Bila seorang wanita hamil mengalami perdarahan pada triwulan terakhir kehamilan, maka plasenta previa atau solusio plasenta harus diduga. Kewajiban dokter atau bidan untuk mengirim pasien ke rumah sakit tanpa lebih dahulu melakukan pemeriksaan dalam atau pemasangan tampon. Kedua tindakan ini hanya menambah perdarahan dan kemungkinan infeksi. Lagipula perdarahan pertama pada plasenta previa jarang menimbulkan kematian.
Di rumah sakit dilakukan pemeriksaan inspekulo terlebih dahulu untuk mengenyampingkan kemungkinan varises yang pecah dan kelainan serviks. Pada plasenta previa darah keluar dari ostium uteri eksternum. Sebelum tersedia darah dan kamar operasi siap tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam karena dapat memperhebat perdarahan. Sementara boleh dilakukan pemerikasaan fornises dengan hati-hati. Jika tulang kepala dan sutura-suturanya dapat teraba dengan mudah, maka kemungkinan plasenta previa kecil. Sebaliknya jika antara jari-jari kita dan kepala teraba bantalan (yaitu plasenta), maka kemungkinan plasenta previa besar. Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada presentasi kepala karena pada presentasi bokong bagian depannya lunak sehingga sukar membedakannya dengan jaringan lunak.
Diagnosa pasti dibuat dengan pemeriksaan dalam di kamar operasi dan bila sudah ada pembukaan. Pemeriksan harus dilakukan dengan hati-hati supaya tidak menimbulkan perdarahan akibat perabaan.
Penyulit
Pada plasenta previa mungkin sekali terjadi perdarahan postpartum karena:
a.       kadang-kadang plasenta lebih erat melekat pada dinding rahim (plasenta akreta).
b.      daerah perlekatan luas
c.       daya kontraksi segmen bawah rahim kurang
Kemungkinan infeksi nifas lebih besar karena luka luka plasenta lebih dekat dengan ostium dan ini merupakan port d’entree yang mudah tercapai. Lagipula pasien biasanya anemis karena perdarahan sehingga daya tahan tubuhnya turun.
Bahaya plasenta previa untuk ibu adalah:
a.       perdarahan hebat
b.      infeksi – sepsis
c.       emboli udara (jarang)
Bahaya plasenta previa untuk anak adalah:
a.       hipoksia
b.      perdarahan atau syok
Penatalaksanaan
1. Penanganan Pasif
­            Tiap-tiap perdarahan triwulan ke3 yang lebih dari show (perdarahan inisial), harus dikirim ke RS tanpa dilakukan manipulasi apapun baik rektal maupun vaginal.
Apabila pada penilaian baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartu, kehamilan <37 minggu, bb<2500gr, maka kehamilan dapat dipertahankan dengan istirahat dan pemberian obat-obatan seperti spasmolitika, progestin. Observasi dengan teliti.
 Sambil mengawasi periksalah golongan darah dan siapkan donor transfusi darah. Bila memungkinkan kehamilan dipertahankan setua mungkin supaya janin terhindar dari prematuritas.
­            Harus diingat bahwa bila dijumpai ibu hamil dengan tersangka plasenta previa di rujuk segera ke RS dimana terdapat fasilitas operasi dan donor transfusi darah.
Bila kekurangan darah berikan transfusi darah dan obat-obatan penambah darah
2. Cara persalinan
Faktor-faktor yang menentukan sikap/tindakan persalinan mana yang akan dipilih adalah :
a.       Jenis plasenta previa
b.      Perdarahan banyak/sedikit tetapi berulang-ulang
c.       Keadaan umum ibu hamil
d.      Keadaan janin hidup, gawat atau meninggal
e.       Pembukaan jalan lahir
f.       Paritas atau jumlah anak hidup
Fasilitas penolong dan RS Setelah memperhatikan faktor-faktor diatas ada 2 pilihan persalinan yaitu:
1.      Persalinan pervaginam
a.       Amniotomi
Amniotomi atau pemecahan selaput ketuban adalah cara yang terpilih untuk melancarkan persalinan pervaginam.
Indikasi :
1)      Plasenta previa lateralis atau marginalis atau letak rendah bila ada pembukaan
2)      Pada primigravida dengan plasenta previa lateralis atau marginalis dengan pembukaan 4 cm atau lebih
3)      Plasenta previa lateralis atau marginalis dengan janin telah meninggal.
2.       Memasang Cunam Willet Gausz
cara :
a.       kulit kepala janin diklem dengan cunam willet gauss
b.      cunam diikat dengan kain kasa atau tali dan diberi beban kira-kira 50-100 gr atau satu batu bata seperti katrol.
c.       Dengan jalan ini diharapkan perdarahan berhenti dan persalinan diawasi dengan teliti
3.  Versi Braxton-Hicks
Versi dilakukan pada janin letak kepala, untuk mencari kaki, supaya dapat ditarik keluar. Bila janin letak sungsang atau kaki menarik kaki keluar akan lebih mudah. Kaki diikat dengan kain kasa, dikatrol dan diberi beban 50-100 gram (1 batu bata)
4.  Menembus plasenta diikuti dengan versi Braxton-Hicks atau Willet Gausz Hal ini sekarang tidak dilakukan lagi karena menyebabkan perdarahan yang banyak. Menembus plasenta dapat dilakukan pada plasenta previa totalis
5.  Metreurynter
Yaitu memasukkan kantong karet yang diisi udara atau air sebagai tampon, cara ini tidak dipakai lagi.
a.       Persalinan perabdominal dengan SC
Indikasi :
1)      Semua plasenta previa totalis janin hidup atau meninggal
2)      Semua plasenta previa lateralis posterior karena perdarahan yang sulit dikontrol dengan cara-cara yang ada.
3)      Semua plasenta previa dengan perdarahan yang banyak dan tidak berhenti dengan tindakan yang ada.
4)      plasenta previa dengan panggul sempit, letak lintang
E.     Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir. Sedangkan Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram.
Klasifikasi
1.      Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta:
a.       Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
b.      Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
c.       Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.


Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan:
1. Solusio plasenta dengan perdarahan keluar
2. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma retroplacenter
3. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .
2.  Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu:
a.       Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%.
b.      Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
c.       Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.
Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi :
  1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu.

  1. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
1)      Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
2)      Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.
3)      Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
  1. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada primipara.
  1. Faktor usia ibu
Dalam penelitian dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.
  1. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma.
  2. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta
  1. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya. Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan.
  1. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya.
  1. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain.
Patofisiologi
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari pembuluh darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding uterus.
Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit mendesak jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum terganggu, serta gejala dan tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus/tidak terkontrol karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu berkontraksi untuk membantu dalam menghentikan perdarahan yang terjadi.
Akibatnya hematom subkhorionik akan menjadi bertambah besar, kemudian akan medesak plasenta sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan terlepas dari implantasinya di dinding uterus. Sebagian darah akan masuk ke bawah selaput ketuban, dapat juga keluar melalui vagina, darah juga dapat menembus masuk ke dalam kantong amnion, atau mengadakan ekstravasasi di antara otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat akan terjadi suatu kondisi uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus Couvelaire, dimana pada kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh permukaan uterus terdapat bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post partum yang hebat .
Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas pengelompokannya menurut gejala klinis:
  1. Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman.
  1. Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi belum dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat.
  1. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan kelainan fungsi ginjal.
Komplikasi
a.       Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat.
b.      Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
c.       Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.
d.      Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan.
Terapi
Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis, yaitu:
a.       Solusio plasenta ringan
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan .Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.
b.      Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan.
Tabel perbedaan plasenta previa dan solusio plasenta
No.
Ciri-ciri plasenta previa
Ciri-ciri solusio plasenta
1.
Perdarahan tanpa nyeri
Perdarahan dengan nyeri
2.
Perdarahan berulang
Perdarahan tidak berulang
3.
Warna perdarahan merah segar
Warna perdarahan merah coklat
4.
Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
Adanya anemia dan renjatan yang tidak sesuai dengan keluarnya darah
5.
Timbulnya perlahan-lahan
Timbulnya tiba-tiba
6.
Waktu terjadinya saat hamil
Waktu terjadinya saat hamil inpartu
7.
His biasanya tidak ada
His ada
8.
Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
Rasa tegang saat palpasi
9.
Denyut jantung janin ada
Denyut jantung janin biasanya tidak ada
10.
Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
Teraba ketuban yang tegang pada periksa dalam vagina
11.
Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
Penurunan kepala dapat masuk pintu atas panggul
12.
Presentasi mungkin abnormal.
Tidak berhubungan dengan presentasi
F. Perdarahan Antepartum Yang Tidak Jelas Sumbernya (Idiopatik)
1.      Ruptur sinus marginalis
Bila hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas, Ruptur sinus marginalis Pecahnya pembuluh vena dekat tepi plasenta yang terbentuk karena penggabungan pinggir ruang intervilli dengan ruang subcorial. Rupturan sinus marginalis atau sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Tidak ada atau sedikit perdarahan kehitaman, Rahim sedikit nyeri /terus agak tegang, tekanan darah frekuensi nadi ibu yang normal, Tidak ada koagulopati dan Tidak ada gawat janin.
2.       Plasenta Letak Rendah
Plasenta letak rendah (Low-lying placenta, lateralis placenta atau kadang disebut juga dangerous placenta), posisi plasenta beberapa mm atau cm dari tepi jalan lahir. Risiko perdarahan tetap ada, namun bisa dibilang kecil, dan bisa dilahirkan per-vaginam dengan aman, asal hat-hati.
3.      Vasa Previa
Jenis insersi tali pusat ini sangat penting dari segi praktis karena pembuluh-pembuluh umbilicus, di selaput ketuban, berpisah jauh dari tepi plasenta, dan mencapai keliling tepi plasenta dengan hanya di lapisi oleh satu lipatan amnion. Dalam suatu ulasan tentang kepustakaan yang mencakup hampir 195.000 kasus, Benirschke dan kaufmann, (2000) mendapatkan bahwa 1,1% dari pelahiran janin tunggal memeiliki insersio velamentosa. Keadaan ini terjadi jauh lebih sering pada kehamilan kembar, dan hampir selalu terjadi pada kembar tiga.Vasa previa merupakan keadaan dimana pembuluh darah umbilikalis janin berinsersi dengan vilamentosa yakni pada selaput ketuban.
Diagnosis vasa previa :Pada pemeriksaan dalam vagina diraba pembuluh darah pada selaput ketuban. Pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan inspekulo atau amnioskopi. Bila sudah terjadi perdarahan maka akan diikuti dengan denyut jantung janin yang tidak beraturan, deselerasi atau bradikardi, khususnya bila perdahan terjadi ketika atau beberapa saat setelah selaput ketuban pecah. Darah ini berasal dari janin dan untuk mengetahuinya dapat dilakukan dengan tes Apt dan tes Kleihauer-Betke serta hapusan darah tepi.
Penatalaksanaan vasa previa :
Sangat bergantung pada status janin. Bila ada keraguan tentang viabilitas janin, tentukan lebih dahulu umur kehamilan, ukuran janin, maturitas paru dan pemantauan kesejahteraan janin dengan USG dan kardiotokografi. Bila janin hidup dan cukup matur dapat dilakukan seksio sesar segera namun bila janin sudah meninggal atau imatur, dilakukan persalinan pervaginam.
4.      Plasenta Sirkumvalata
Plasenta Sirkumvalata yaitu Plasenta yang pada permukaan fetalis dekat pinggir terdapat cincin putih. Cincin ini menandakan pinggir plasenta, sedangkan jaringan di sebelah luarnya terdiri dari villi yang tumbuh ke samping di bawah desidua.
Penyebab:
Diduga chorion frondosum terlalu kecil dan untuk mencukupi kebutuhan vili menyerbu ke dalam desidua diluar permukaan frondosuin.
1.      Insiden : 2 – 18 %
2.      Beberapa ahli mengatakan bahwa plasenta sirkumvalata sering menyebabkan abortus dan solutio plasenta
Bila cincin putih ini letaknya dekat sekali dengan pinggir plasenta , disebut juga Plasenta marginata .Kedua-duanya disebut dengan plasenta ekstrakorial. Pada plasenta marginata mungkin terjadi adeksi selaput sehingga plasenta lahir telanjang.. Tertinggalnya selaput ini sapat menyebabkan perdarahan dan infeksi.
Diagnosis
Plasenta sirkumvalata baru dapat ditegakkan setelah plasenta lahir, tetapi dapat diduga bila ada perdarahan intermiten atau hidrorea
G.    Beberapa Istilah Yang Ada Hubungan Dengan Persalinan/Partus
1.      Menurut Cara Persalinan
a.       Partus normal disebut juga partus spontan yaitu proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat, serta tidak melukai bayi dan ibu, yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam.
b.      Partus abnormal, Partus buatan yaitu persalinan pervaginam dengan bantuan alat atau melalui dinding perut dengan operasi caesarea
c.       Partus anjuran dimana kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan seperti pemberian pitocin atau prostaglandin atau pemecahan ketuban.

2.      Istilah-Istilah Berdasarkan Umur Kehamilan
a.       Abortus (keguguran) adalah terhentinya kehamilan sebelum janin dapat hidup (viables), Pengeluarannya sebelum kehamilan 22 mg atau bayi dengan berat badan kurang dari 500 g.
b.      Partus Prematurus adalah persalinan dari hasil konsepsi pada kehamilan antara 28 – 36 minggu, janin dapat hidup tetapi prematur, berat janin antara 1000 – 2500gr
c.       Partus maturus atau aterm (cukup bulan) adalah partus pada kehamilan 37-40 minggu, janin matur, berat badan diatas 2500 gram
d.      Partus post maturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang ditaksir, janin disebut post matur.
e.       Partus presipatatus adalah partus yang berlangsung cepat, mungkin di kamar mandi, di atas beca dan sebagainya
f.       Partus percobaan adalah suatu penilaian kemajuan persalinan untuk memperoleh bukti tentang ada atau tidaknya disproporsi sefalopelvik
3.      Istilah-Istilah berdasarkan jumlah kehamilannya
a.       Gravida adalah seorang wanita yang sedang hamil
b.      Primigravida adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat hidup (viable)
c.       Nulipara adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi viable
d.      Primipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi hidup untuk pertama kali
e.       Multipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi hidup beberapa kali (5 kali)
f.       Grandemultipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi 6 kali atau lebih hidup/mati
H.    Sebab-sebab yang menimbulkan persalinan.
A.    Teori penurunan hormone 1 –2 mgg sebelum portus mulai terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesterone.
Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesteron turun
B.     Teori plasenta menjadi tua. Plasenta tua akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron yang menyebabkan kekejangan pembuluh darah, hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.
C.     Teori dissensi Rahim. Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemia otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi uterus-plasenta.
D.    Teori iritasi mekanik. Di belakang servix terletak ganglion servikale (fcexus frankenhauser). Bila ganglion ini di geser dan tekan, misalnya oleh kepala janin, akan timbul kontraksi uterus.
Induksi partus yaitu dengan jalan Gangan laminaria, Amniotomi, Oksitosin drips..
I.                   Faktor yang mempengaruhi persalinan
1.      Faktor hormonal yang menyebabkan peningkatan kontraksi uterus
a.  Rasio estrogen terhadap progesterone
Progesteron menghambat kontraksi uterus selama kehamilan, sedangkan estrogen cenderung meningkatkan derajat kontraktilitas uterus, sedikitnya terjadi karena estrogen meningkatkan jumlah gap jungtion antara sel-sel otot polos uterus yang berdekatan.Baik estrogen maupun progesteron disekresikan dalam jumlah yang secara progresif makin bertambah selama kehamilan, tetapi mulai kehamilan bulan ke-7 dan seterusnya sekresi estrogen terus meningkat sedangkan sekresi progesteron tetap konstan atau mungkin sedikit menurun.Oleh karena itu diduga bahwa rasio estrogen terhadap progesteron cukup meningkat menjelang akhir kehamilan, sehingga paling tidak berperan sebagian dalam peningkatan kontraksi uterus.
b.       Pengaruh oksitosin pada uterus
Oksitosin merupakan suatu hormon yang disekresikan oleh neurohipofise yang secara khusus menyebabkan kontraksi uterus.3 alasan peranan oksitosin.Otot uterus meningkatkan jumlah reseptor-reseptor oksitoksin, oleh karena itu meningkatkan responnya terhadap dosis oksitosin yang diberikan selama beberapa bulan terakhir kehamilan
1)      Kecepatan sekresi oksitosin oleh neurohipofise sangat meningkat pada saat persalinan.
2)      Iritasi oleh regangan pada serviks uteri, dapat menyebabkan kelenjar hipofise posterior meningkatkan sekresi oksitosinnya.
c.       Pengaruh hormon fetus pada uterus
Kelenjar hipopisis fetus juga mensekresikan oksitoksin yang jumlahnya semakin meningkat, dan kelenjar adrenalnya mensekresikan sejumlah besar kortisol yang merupakan suatu stimulan uterus.Selain itu, membran fetus melepaskan prostagladin dalam kosentrasi tinggi pada saat persalinan.Prostagladin meningkatkan intensitas kontraksi uterus.
2.      Faktor mekanis yang meningkatkan kontraktilitas uterus
a.       Regangan otot-otot uterus
b.      Regangan sederhana otot-otot polos meningkatkan kontraktilitas otot-otot tersebut. Selanjutnya regangan intermitten seperti yang terjadi berulang-ulang pada uterus karena pergerakan fetus juga meningkatkan kontraksi otot polos
c.       Regangan atau iritasi serviks. Regangan atau iritasi saraf pada serviks mengawali timbulnya refleks pada korpus uteri, tetapi efek ini juga secara sederhana dapat terjadi akibat transmisi iogenik sinyal-sinyal dari serviks ke korpus uterus.
J.      Tanda-tandaPermulaan Persalinan
Sebelum terjadi kehamilan/persalinan beberapa minggu sebelumnya, wanita hamil   memasuki bulannya atau minggunya atau harinya disebut kala pendahuluan. (Prepatory Stage of Labor). Tandanya adalah sebagai berikut:
1.      Lightening atau settling atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida. 
2.      Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun.
3.      Perasaan sering atau susah kencing (polikisuria) karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.
4.      Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi lemah uterus, kadang disebut false labor pains
5.      Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya bertambah bisa bercampur darah (bloody show).
K.    Tanda-tanda Inpartum
1.      Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan teratur 
2.      Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak robekan kecil pada serviks
3.      Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya.
4.      Pada pemeriksaan dalam : serviks mendatar dan pembukaan telah ada
L.     Faktor-Faktor yang Berperan dalam Persalinan
Kekuatan mendorong janin keluar (power)/ His (kontraksi uterus). His adalah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan. Pada waktu kontraksi otot-otot rahim menguncup sehingga menjadi tebal dan lebih pendek. Kavum uteri menjadi lebih kecil serta mendorong janin dan kantung amnion ke arah segitiga, bawah rahim dan serviks. Sifat- sifat HIS adalah :
1.      Kontraksi simetris dan terkoordinasi
2.      Fundus dominan kemudian diikuti dengan relaksasi
3.      Involunter, intermitten
4.      Terasa sakit, kadang-kadang dapat dipengaruhi dari luar secara fisik, kimia dan psikis. Dalam mengawasi persalinan hendaknya selalu dibuat daftar tentang His:
a)      Frekuensi : adalah jumlah his dalam waktu tertentu biasanya per 10 menit
b)      Amplitudo/intensitas : adalah kekuatan his diukur dalam satuan mmHg
c)      Aktivitas his : adalah lamanya setiap his berlangsung diukur dengan detik.
d)     Durasi his : adalah lamanya setiap his berlangsung diukur dengan detik
e)      Datangnya his : apakah datangnya sering, teratur dan tidak
f)       Interval : adalah masa relaksasi
g)      Perubahan-perubahan akibat His
h)      Kontraksi otot-otot dinding perut
i)        Kontraksi diafragma
A.    Faktor janin
1.      Janin pada usia kehamilan 36 minggu sudah masuk PAP
2.      Placenta
3.      Cairan amnion yang mulai dihasilkan usia kehamilan 10-36 minggu dengan jumlah normal 1000 cc
B.     Faktor jalan lahir
1.      Panggul
2.      Otot-otot dasar panggul
3.      Uterus
1.      Tahap Persalinan
1.      Kala I ( kala pembukaan ).
In partum (partus mulai) ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah (bloody show), karena serviks mulai membuka (dilatasi) dan mendatar (effacement). Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena pergeseran ketika serviks mendatar dan terbuka. Tanda dan gejala persalinan kala I adalah His sudah adekuat, Penipisan dan pembukaan serviks sekurang-kurangnya 3 cm, Keluarnya cairan dari vagina dalam bentuk lenidr bercampur darah, Sering BAK, akhir kala I primigravida keluar darah menetas. Kala pembukaan dibagi atas 2 fase yaitu :
a.       fase laten : dimana pembukaan serviks berlangsung lambat sampai    pembukaan 3 cm berlangsung dalam 7-8 jam
b.      Fase aktif : berlasung selama 6 jam dan dibagi atas 3 sub fase :
1)      Periode akselerasi ; berlangsung 2 jam, pembukaan menjadi 4 cm
2)      Periode dilatasi maksimal (steady) : selama 2 jam pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm.
3)      Periode deselarasi : berlangsung lambat, dalam waktu 2 jam pembukaan menjadi 10 cm atau lengkap.
2.      Kala II (Kala Pengeluaran Janin).
Pada kala pengeluaran janin, his terkoordinir, kuat, cepat dan lebih lama kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin telah turun masuk ruang panggul sehingga terjadilah terkanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengendan. Karena tekanan pada rectum, ibu merasa seperti mau buang air besar dengan tanda anus terbuka. Pada waktu his kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka dan perineum meregang. Dengan his mengedan yang terpimpin, akan lahirlah kepala, diikuti oleh seluruh badan janin. Kala II pada primi : 1 ½ -2 jam, pada multi 1 ½ -1 jam. Tanda dan gejala pada kala ini adalah Ibu ingin meneran, Perineum menonjol, Vulua dan anus membuka, Meningkatnya pengeluaran darah dan lendir, Kepala telah turun didasar panggul
3.      Kala III (Kala Pengeluaran Urin).
Setelah bayi lahir, kontraksi rahim istirahat sebentar. Uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat, dan berisi plasenta yang menjadi tebal 2 kali sebelumnya. Beberapa saat kemudian, timbul his pelepasan dan pengeluaran uri. Dalam waktu 5-10 mnt seluruh plasenta terlepas, terdorong ke dalam vagina dan akan lahir spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 mnt setelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200 cc.
4.      Kala IV
Kala IV adalah kala pemulihan masa yang kritis ibu dan anaknya, bukan hanya proses pemulihan secara fisik setelah melahirkan tetapi juga mengawali hubungan yang baru selama satu sampai dua jam. Pada kala IV ibu masih membutuhkan pengawasan yang intensive karena perdarahan dapat terjadi, misalnya karena atonia uteri, robekan pada serviks dan perineum. Rata-rata jumlah perdarahan normal adalah 100 – 300 cc, bila perdarahan diatas 500 cc maka dianggap patologi. Perlu diingat ibu tidak boleh ditinggalkan sendiri dan belum boleh dipindahkan kekamarnya.
K.    Perdarahan Post Partum
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998). HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
1.      Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
2.      Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi  perdarahan post partum :
a)      Menghentikan perdarahan.
b)      Mencegah timbulnya syok
c)      Mengganti darah yang hilang.
Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan penyebabnya :
a.       Atoni uteri (50-60%).
b.      Retensio plasenta (16-17%).
c.       Sisa plasenta (23-24%).
d.      Laserasi jalan lahir (4-5%).
e.       Kelainan darah (0,5-0,8%).
Etiologi
Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
1.      Atonia Uteri
Pada kasus yang diduga berisiko tinggi terjadinya atonia uteri harus diantisipasi dengan pemasangan infus.Demikian juga harus disiapkan obat uterotonika serta pertolongan persalinan kala III dengan baik dan benar.Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah:
a)      Umur yang terlalu muda / tua
b)      Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara
c)      Partus lama dan partus terlantar
d)     Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli, hidromnion / janin besar
e)      Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio  plasenta
f)       Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi
2.      Retensi Plasenta
3.      Sisa Plasenta dan selaput ketuban
a.       Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
b.      Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4.      Trauma jalan lahir
5.      Episiotomi yang lebar
6.      Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
7.      Rupture uteri
Setiap tindakan yang akan dilakukan selama proses persalianan harus diikuti dengan pemeriksaan jalan lahir agar diketahui adanya robekan pada jalan lahir dan segera dilakukan penjahitan dengan benar.
8.      Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya fibrinogenemia/hipofibrinogenemia.Meskipun jarang tetapi bila terjadi sering berakibat fatal, sehingga perlu diantisipasi dengan hati-hati dan seksama. Tanda yang sering dijumpai: Perdarahan yang banyak.
Solusio plasenta.Kematian janin yang lama dalam kandungan.
Pre eklampsia dan eklampsia.
Infeksi, hepatitis dan syok septik.
a.       Hematoma
b.      Inversi Uterus
c.       Subinvolusi Uterus
            Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan.
Yaitu: Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:
a.       Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
b.      Grande multipara (lebih dari empat anak).
c.       Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
d.      Bekas operasi Caesar.
e.       Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
a.       Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep.
b.      Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar.
c.       Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
d.      Uterus yang lembek akibat narkosa.
e.       Inversi uteri primer dan sekunder.
9.      Manifestasi Klinis
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a.       Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer). Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain).
b.      Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c.       Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
d.      Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan segera. Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
e.       Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucat.

10.   Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:
1.      Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).
a.       Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi).
b.      Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
c.       Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah tersebut menjadi kuat.
2.       Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
a.       Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
b.      Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus.  Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.
c.       Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.
11.  Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri
                              Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri.
            Atoni uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui.Tapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya.Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.
            Terapi terbaik adalah pencegahan.Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia.Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit.Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah.Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
            Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh.Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.
            Adapun Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri :Umur, Paritas, Partus lama dan partus terlantar, Obstetri operatif dan narkosa, Uterus terlalu regang dan besar misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar, Kelainan pada uterus seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta, Faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.
12.  Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta
            Retensio plasenta        adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.Penyebab retensio plasenta: Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a.       Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebihdalam.
b.      Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desiduaendometrium sampai ke miometrium.
c.       Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
d.      Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum dinding rahim.
            Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibatkesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata).Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh.Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.
13.  Perdarahan Postpartum akibat Subinvolusi
          Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum perdarahan pascapartum.Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum.Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bntuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari pacapartum.Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi.Jumlah lokia bisa lebih banyak dari pada yang diperkirakan.Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi.Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.
14.  Perdarahan Postpartum akibat Inversio Uteri
            Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri.Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.Pembagian inversio uteri
a.       Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
b.      Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
c.       Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.
Penyebab inversio uteri :
1.      Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan
intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
2.      Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta
yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.


Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :
a.       Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
b.      Tarikan tali pusat yang berlebihan.Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.Gejala klinis inversio uteri :
c.       Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagbila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
Pemeriksaan dalam :
1)      Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam.
2)      Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak.
3)      Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).
15.  Perdarahan Postpartum Akibat Hematoma
            Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesic dan pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami.
16.   Perdarahan Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan servik atau vagina.
a.       Robekan Serviks
b.      Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang
c.       multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri
d.      Robekan Vagina
e.       Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.
f.       Robekan Perineum
g.      Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika. Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.















BAB III
KESIMPULAN
A.    Kesimpulan
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan 28 minggu.Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan kehamilan sebelum 28 minggu (Mochtar, R, 1998).
Perdarahan ante partum dapat disebabkan oleh plasenta previa, solusio plasenta, ruptura sinus marginalis, atau vasa previa. . Diagnosa secara tepat sangat membantu menyelamatkan nyawa ibu dan janin.Ultrasonografi merupakan motede pertama sebagai pemeriksaan penunjang dalam penegakkan plasenta previa.
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang merupakan proses keluarnya bayi dari uterus ke dunia luar yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran placenta dan selaput janin dari tubuh ibu. Persalinan dibagi menjadi  4 tahap :  kala II berlangsung  dari awal gejala sampai serviks berdilatasi sempurna (10 cm), Kala II diawali dengan dilatasi sempurna serviks dan diakhiri dengan kelahiran bayi, Kala III diawali dengan keluarnya bayi dan uterus dan diakhiri dengan keluarnya plasenta, dan Kala IV diawali dengan keluarnya plasenta dan berakhir ketika uterus tidak relaksasi lagi.
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir , pada kasus seperti ini perlu segera ditangani dan di ambil tindakan.
Saran
Melakukan deteksi dini kemungkinan terjadinya perdarahan antepartum, intrapartum dan postpartum dan membantu penatalaksanaan secara dini sehingga dapat mengurangi angka mortalitas.
Penatalaksanaan perdarahan antepartum, intrapartum dan postpartum yang baik dapat mengurangi angka mortalitas dan morbiditas ibu dan janin.






DAFTAR PUSTAKA
Bobak dkk. 1995. Keperawatan maternitas. Jakarta. Penerbit buku kedokteran EGCCunningham, F Gary at all. 2001. William obstetric 21th edition. United States of America : the mcGraw hill companies
JNPKKR-POGI. 2005. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta. YBPSP. Hal 174-183
JNPKKR-MNH. Depkes RI. 2008. Asuhan persalinan Normal. Jakarta
Pusdiknakes. 2003. Konsep asuhan Kebidanan. WHO-JPHIEGO. Jakarta
R Sweet, Betty.1997. Mayes Midwifery A Textbook for Midwives Twelf Edition. UK:Balliere Tindal
Saifudin, A.B. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta. YBPSP. Hal M-25 — M-32
Varney, Helen. 1997. Varney’s Midwifey. Massachussets : Jones and bartlett Publishers
Winkjosastro, hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP – SP




Komentar

Postingan populer dari blog ini

SAP KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

SAP KEPUTIHAN